Binjai.WAHANANEWS.CO - Di tengah sorotan tajam terhadap penggunaan dana publik, Pemerintah Kota Binjai kembali menuai polemik.
Penggunaan dana insentif fiskal yang seharusnya dialokasikan untuk pengentasan kemiskinan justru dialihkan untuk membayar utang proyek, sebuah langkah yang kini tengah diselidiki oleh aparat penegak hukum.
Baca Juga:
Polisi Jakbar Bantu Ibu Terlantar Pulang ke Kampung Halamannya di Binjai
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara mencium adanya dugaan praktik korupsi dalam alih fungsi dana insentif fiskal yang diterima Kota Binjai.
Dana tersebut, yang semestinya digunakan untuk program pengentasan kemiskinan, justru dipakai untuk melunasi utang proyek pembangunan.
Langkah pengalihan dana ini diduga melanggar ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91 Tahun 2024 mengenai pengelolaan dana insentif fiskal.
Baca Juga:
Warga Binjai Hilang di Kamboja, Menteri Karding Soroti Dugaan Perdagangan Orang
Kejaksaan pun mulai melakukan penelusuran mendalam atas dugaan penyimpangan ini.
Sebagai bagian dari proses penyelidikan, tim dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah mendatangi Kantor Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Kota Binjai di Jalan Jambi, Kelurahan Rambung Barat, Kecamatan Binjai Selatan.
“Sudah datang kemari dari kejati, ambil data terkait dana insentif fiskal,” ungkap Kepala BPKPAD Binjai, Erwin Toga Purba, beberapa waktu lalu.
Menurut Erwin, tim penyelidik yang diturunkan oleh Kejati Sumut berjumlah enam orang.
“Sebelum Lebaran, tim dari kejati—sebanyak enam orang—turun ke sini,” jelasnya.
Mereka tidak hanya mengambil dokumen terkait dana tersebut, tetapi juga menggali informasi mendalam melalui serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan pengalihan dana pengentasan kemiskinan menjadi pembayaran utang proyek.
“Waktu orang kejati datang, ditanya juga apakah ada sikap dari kejari (kejaksaan negeri),” beber Erwin.
Dana insentif fiskal yang diperoleh Pemko Binjai disebutkan sebesar Rp20,8 miliar. Namun, dalam aksi protes yang dilakukan sejumlah mahasiswa, mereka menyebutkan nominal yang diterima mencapai Rp32 miliar.
Selisih data ini diduga menjadi salah satu alasan tim kejaksaan melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket).
Meski demikian, Erwin Toga Purba menegaskan bahwa jumlah resmi dana yang diterima oleh Pemko Binjai sebesar Rp20,8 miliar.
Dari total itu, ia mengakui bahwa sebagian dana memang digunakan untuk membayar utang proyek kepada pihak ketiga atau rekanan.
Ia berdalih bahwa penggunaan tersebut tidak menyalahi aturan.
“Rp10 miliar digunakan untuk bayar utang proyek, juga ke Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim). Gak melanggar, karena disetujui,” katanya.
Namun, mengacu pada PMK Nomor 91/2024, penggunaan dana insentif fiskal untuk tujuan di luar ketentuan dapat berujung pada sanksi administratif, termasuk kewajiban pengembalian dana hingga penghentian penyaluran di masa mendatang.
Dalam aturan tersebut, jelas disebutkan bahwa dana ini tidak boleh digunakan untuk belanja pegawai, perjalanan dinas, atau pembelian alat tulis kantor (ATK).
Meski Erwin tidak merinci utang proyek dari organisasi perangkat daerah (OPD) mana saja, ia menyebut bahwa sebagian besar utang tersebut dibayarkan kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kota Binjai.
“Kita sudah megap (kewalahan), bersyukur di 2025 ini utang kita tinggal sedikit, jadi tahun 2026 kita bisa lebih leluasa. Utang tinggal Rp20 miliaran, tahun lalu mencapai Rp70 miliaran,” katanya.
Terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut, Adre Wanda Ginting, masih belum bersedia memberikan keterangan lebih lanjut terkait penyelidikan yang tengah berjalan. “Sebentar ya, kita akan konfirmasi ke bidang terkait,” ujar mantan Kasi Intel Kejari Binjai tersebut.
Ia menambahkan bahwa pihaknya akan terus berkomunikasi dengan unit yang menangani kasus ini untuk memantau perkembangan lebih lanjut.
“Kita komunikasikan ke bidang yang ada untuk kita ketahui perkembangan yang ada,” ujarnya.
Dana insentif fiskal tersebut diterima oleh Pemerintah Kota Binjai melalui BPKPAD, lalu disalurkan ke berbagai OPD berdasarkan usulan program kerja masing-masing.
Namun dalam proses pengelolaan dan realisasinya, terindikasi ada sejumlah kejanggalan.
Khususnya pada Dinas PUTR Binjai yang tercatat menerima alokasi dana hingga Rp14 miliar.
Padahal, mengacu pada nomor rekening anggaran seperti 289/1.03.05.2.01.0041 dan 268/1.03.02.2.01.01090, seharusnya Dinas PUTR hanya mendapat alokasi sekitar Rp1 miliar.
Di tengah kondisi defisit anggaran dan beban utang yang masih tinggi, serta jelang tahun politik dengan kontestasi Pilkada serentak, kejanggalan ini menambah panjang daftar persoalan yang membayangi pengelolaan keuangan Pemko Binjai.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]