Setiap rumah produksi kini memiliki label merek, standar kualitas, dan legalitas yang seragam.
“Sekarang semua usaha punya standar. Tidak bisa lagi usaha tahu A beda jauh dengan tahu B. Ini soal kepercayaan konsumen juga,” tegasnya.
Baca Juga:
Kanwil Kemenkumham Maluku Dorong Merek Kolektif Demi Kuatkan Produk Lokal
Namun lebih dari sekadar urusan label, Kampung Tahu Binjai menjadi narasi kebangkitan ekonomi yang selama ini terabaikan.
Wilayah ini telah bertahan selama lebih dari 30 tahun, jauh sebelum istilah digitalisasi usaha menjadi tren, dengan perputaran uang yang diperkirakan mencapai Rp40 miliar per tahun.
Ironisnya, selama itu pula, kawasan ini nyaris tak tersentuh program pemberdayaan pemerintah secara serius.
Baca Juga:
Dinas Perkebunan Fakfak: Penerimaan Retribusi Pala Hingga Akhir Juni Mencapai Lebih Kurang Rp205 Juta
Kini, dengan dukungan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), para pengusaha tahu tak hanya diedukasi soal pentingnya legalitas dan standar halal, tetapi juga dibukakan akses menuju pendanaan dan pasar yang lebih luas.
Kampung Tahu Binjai bukan hanya cerita tentang tahu.
Ini adalah kisah resistensi, kemandirian, dan harapan. Di saat banyak UMKM masih bergelut dengan birokrasi dan minim visibilitas, kawasan ini menunjukkan bahwa kekuatan kolektif bisa menjadi jalan keluar.