Binjai.WAHANANEWS.CO - Di tengah geliat Kota Binjai yang kian modern, ada satu sudut yang kini bersinar dengan semangat kolektif: Kampung Tahu Binjai, sebuah komunitas yang menyatukan 47 pengusaha tahu dalam satu identitas kokoh.
Terletak di Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Binjai Barat, kawasan ini menjelma dari sekadar sentra produksi tahu menjadi ikon pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menggugah.
Baca Juga:
Lepas Ekspor Furnitur ke AS, Wamendag Roro: Kolaborasi Kunci Sukses UMKM Tembus Pasar Global
Semua bermula dari kegelisahan seorang perempuan: Sugi Hartaty, praktisi sosial sekaligus ketua yayasan yang fokus pada isu perempuan dan anak.
Kantornya berdiri di antara riuhnya aktivitas pabrik tahu rumahan, namun baginya ada yang hilang, tidak ada kesatuan identitas di balik aroma kedelai rebus yang khas itu.
“Kantor saya itu dikelilingi pabrik tahu, tapi tidak ada identitas yang menyatukan mereka. Saya berpikir, kenapa tidak dijadikan kekuatan kolektif?” ujar Sugi, mengutip pernyataannya dalam program Dialog Aspirasi Sumut RRI Medan, Kamis (22/5/2025).
Baca Juga:
Dukung Strategi Diversifikasi Ekspor, LPEI dan KBRI Den Haag Luncurkan Buku “Road to Rotterdam”
Berangkat dari ide tersebut, Sugi memulai gerakan pendataan menyeluruh para pelaku usaha tahu di wilayah tersebut.
Kolaborasi erat dengan pihak kelurahan dan tokoh masyarakat menghasilkan sistem database yang belum pernah ada sebelumnya, mencatat nama usaha, jenis produksi, Nomor Induk Berusaha (NIB), hingga sertifikasi halal.
Setiap rumah produksi kini memiliki label merek, standar kualitas, dan legalitas yang seragam.
“Sekarang semua usaha punya standar. Tidak bisa lagi usaha tahu A beda jauh dengan tahu B. Ini soal kepercayaan konsumen juga,” tegasnya.
Namun lebih dari sekadar urusan label, Kampung Tahu Binjai menjadi narasi kebangkitan ekonomi yang selama ini terabaikan.
Wilayah ini telah bertahan selama lebih dari 30 tahun, jauh sebelum istilah digitalisasi usaha menjadi tren, dengan perputaran uang yang diperkirakan mencapai Rp40 miliar per tahun.
Ironisnya, selama itu pula, kawasan ini nyaris tak tersentuh program pemberdayaan pemerintah secara serius.
Kini, dengan dukungan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), para pengusaha tahu tak hanya diedukasi soal pentingnya legalitas dan standar halal, tetapi juga dibukakan akses menuju pendanaan dan pasar yang lebih luas.
Kampung Tahu Binjai bukan hanya cerita tentang tahu.
Ini adalah kisah resistensi, kemandirian, dan harapan. Di saat banyak UMKM masih bergelut dengan birokrasi dan minim visibilitas, kawasan ini menunjukkan bahwa kekuatan kolektif bisa menjadi jalan keluar.
“Ini bukan cuma soal bisnis. Ini soal martabat dan masa depan komunitas,” tutup Sugi dengan nada penuh tekad.
Dengan identitas yang makin kuat, Kampung Tahu Binjai siap melangkah ke panggung yang lebih luas, menjadi role model nasional dalam pemberdayaan UMKM berbasis komunitas.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]